-->

Kamis, 13 Oktober 2016

"Hentikan Siaran Langsung Sidang Jessica" yang Setuju Share!

Media-media tanah air terus memblow up kasus Kopi Sianida yang membunuh Mirna dengan terdakwa Jessica.
Sudah berapa bulan episode ini tayang?
Apa relevansinya dengan kehidupan publik?
Ada apa dibalik blow up media pada kasus ini?

009172600_1471250023-20160815--Ekspresi-Jessica-Saat-Mendengar-keterangan-Saksi-Ahli-Psikologi-Jakarta--Johan-Tallo-01
sidang Jessica
"Silakan boleh percaya atau tidak. Dengan ditayangkannya persidangan kasus kopi beracun secara langsung berulang-ulang dan dengan pemberitaan yang digembar gemborkan, sebetulnya ada sesuatu yang besar yang ingin ditutupi. Baik oleh media, atau pun oleh kekuatan besar yang menguasai dan berkepentingan dengan media tersebut.
Dengan tanpa mengurangi rasa hormat kepada keluarga korban, faktanya adalah pemberitaan berlebihan selama berbulan-bulan ini menganehkan. Mencurigakan. Apalagi media yang getol melakukan pemberitaan ini adalah media yang berada di belakang 'tuan dan puan' yang berada di barisan kekuasaan," ujar aktivis media sosial Azzam Mujahid Izzulhaq.

Jusman Dalle, seorang Praktisi Digital Marketing, senada mengungkap keheranan dengan blow up media. 

"Berharap kasus kopi beracun ini cepat selesai," ujarnya di akun twitternya @JusDalle, Rabu (10/8).
"Baru kali ini ada berita yg diblowup terus menerus, tapi (mohon maaf) tdk jelas relevansinya dgn kehidupan publik. Berita yg nilai berita masih tanda tanya. Berita yg dipaksakan. Entah apa yg dicari dan ingin diungkap oleh media dr kasus ini," ungkapnya.

Persidangan kasus kopi sianida dengan terdakwa Jessica Kumala yang disiarkan secara langsung oleh sejumlah stasiun televisi swasta dinilai menimbulkan banyak kerugian. Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai mengatakan, siaran langsung tersebut bisa menimbulkan informasi yang sampai ke masyarakat tidak utuh.

''Selain itu, dari sisi kepentingan saksi dan korban, hal itu sangat merugikan,'' jelas Abdul Haris, di sela acara seminar internasional viktimologi di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Rabu (21/9).

Dia mengatakan, tidak menutup kemungkinan keterangan dan fakta yang terungkap di persidangan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk membalas dendam. Apalagi jika keterangan saksi dianggap memojokkan salah satu pihak.

''Bisa juga ada pihak-pihak tertentu yang berusaha menghalang-halangi saksi untuk memberi keterangan sebenarnya,'' katanya.

Menurut dia, sistem peradilan di Amerika Serikat sebagai negara yang menganut paham liberal pun tidak sebebas di Indonesia. Di AS, lanjutnya, tidak pernah ada siaran langsung oleh televisi mengenai jalannya proses persidangan.

''Bahkan, pengunjung sidang dilarang membawa kamera saat berada di ruang persidangan,'' katanya.

Hal itu dilakukan untuk menjaga netralitas lembaga peradilan dan juga menghindari adanya hal-hal yang tidak diinginkan menyangkut keterangan saksi, korban dan juga tersangka. ''Untuk itu, kami minta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menghentikan siaran langsung persidangan tersebut,'' tegasnya. 

Previous
Next Post »