Hidup saya praktis sudah tertawan oleh grup WA (WhatsApp). Bagaimana tidak, waktu Subuh saat ayam berkokok, lima notifikasi WA sudah kedip-kedip minta dihampiri. Pagi saat di kantor di sela-sela meeting, tangan selalu menggerayangi HP sibuk pencet sana-sini untuk melayani obrolan teman grup. Siang dan sore hari saat ketemu klien tetap saja tangan sesekali curi-curi geser-geser layar sentuh HP untuk melihat update celotehan teman-teman grup. Malam apalagi… it’s WA time, saatnya berbagi cerita dengan seluruh teman grup hingga tengah malam bahkan menjelang pagi.
Aktivitas keseharian tetap berjalan lancar, walaupun “WA time” terus hadir di sela-sela aktivitas tersebut. Saat ngobrol dengan seluruh anggota keluarga di ruang tamu, jari-jemari tetap bergerilya memenceti HP. Saat meeting dengan klien, pada waktu meeting lagi seru-serunya tentu tidak, namun begitu suasana mulai cair (biasanya menjelang berakhir) maka kembali tangan gerayangan ke layar sentuh HP. Praktis semua aktivitas bisa diselingi WA time. Itu sebabnya saya memprediksi manusia bakal menjadi “the most multi-tasking creature”.
Saya punya 13 grup WA, hampir semuanya aktif. Ada grup WA temen-temen reuni SMA. Ada grup WA teman-teman aktivis mahasiswa. Ada grup WA teman-teman komunitas dan pehobi sama. Ada grup WA untuk komunikasi tim kerja klien. “Pak Siwo, agar komunikasi antar team member lancar, kita bikin grup WA ya,” begitu ujar klien saya. Tak ketinggalan grup WA anggota keluarga besar. Pokoknya dikit-dikit dibikin grup WA-nya biar seru.
Dengan 13 grup sesungguhnya saya masih normal-normal saja. Banyak teman saya yang koleksi grup WA-nya jauh lebih fantastis. Ada yang di atas 20 bahkan di atas 30. Konon banyaknya koleksi grup WA yang kita miliki memberikan prestise tersendiri. Ya karena makin banyak koleksi, maka ia dianggap lebih gaul, lebih banyak teman, lebih luas koneksinya, lebih socially-connected. Apa saja grup WA yang kita ikuti juga bisa menjadi indikator siapa kita. Makanya saya sering mendengar celotehan teman-teman yang pamer, “Eh saya satu grup WA dengan artis A dan selebriti B lho.”
Masuknya saya ke grup-grup WA hampir semuanya bukan atas kemauan saya. Awalnya seorang teman yang sudah punya nomor HP saya bilang, “Mas Siwo nomornya aku masukin di grup WA bla bla bla ya?” Karena teman, tak kuasa saya menolak. Begitu masuk, maka serta-merta saya merasa bak selebritis. Semua anggota grup menyapa dengan renyah. Beragam sapaan ramahpun menghujam: “Selamat datang Mas Siwo”; “Senang sekali Mas Siwo hadir di grup ini”, atau “Ditunggu inspirasi-inspirasinya.”
Awalnya beban juga masuk grup, karena mesti siap-sedia melayani ocehan-ocehan teman grup. Namun sekali respon oke, dua kali respon enak, tiga kali respon nikmat, ujung-ujungnya nggak bisa berhenti… bahkan ketagihan. Dengan koleksi grup WA yang cukup banyak, maka kini rasanya tiada menit tanpa menunggu notifikasi grup WA. Ketika notifiksi tak kunjung datang, bumi serasa berputar begitu lambat, hari serasa sunyi-sepi.
Barangkali Anda penasaran, apa saja yang diomongkan di grup-grup WA tersebut, sehingga demikian menyita waktu. Obrolannya macam-macam. Untuk grup reuni SMA past nggak jauh-jauh dari urusan kangen-kangenan. Untuk grup komunitas dan hobi pasti mengenai minat dan passion kita. Atau untuk grup klien tentu urusan pekerjaan.
Tapi di luar itu semua, anggota grup paling demen ngobrolin apa-apa yang sedang menjadi trending topic. Sekarang misalnya, paling seru ngobrolin masalah asap. Saya paling suka mengamati anggota-anggota grup WA yang mendadak menjadi pahlawan. Saya sebut pahlawan, karena sosok ini biasanya bertingkah layaknya pahlawan: menyuarakan fakta-fakta, melakukan analisis layaknya ia seorang pakar jempolan, lalu mengemukakan solusi-solusi cespleng yang umumnya dicomot dari mana-mana.
Sosok ini bisanya paling suka menghujat berbagai pihak yang bisa disalahkan. Dalam kasus asap misalnya, ia menyalahkan presiden, menteri lingkungan hidup, atau anggota DPR. Berbekal kambing hitam tersebut ia kemudian menyerukan sebuah gerakan dan aksi. Sudah bisa diduga, gerakan dan aksi itu hanyalah isapan jempol belaka. Karena begitu minggu depan muncul trendic topic lain, serta-merta aksi itu menguap, ia beralih ke topik baru yang sedang happening. Sebenarnya ia lebih pas disebut cheer leader ketimbang seorang pahlawan.
Selain pahlawan/cheer leader, banyak karakter lain di grup WA. Ada “passive listener”, yang nggak pernah nongol namun sangat intens mendengarkan percakapan peers. Ada juga “copas sharer” yang hobinya mengcopy-paste tulisan dari grup sebelah. Ada “meme lover” yang paling suka mem-posting meme lucu, artikel humor, atau tebak-tebakan ngakak sebagai obat boring di siang bolong. Ada “HBD celebrater” dan “RIP sympathizer”, yang hobinya mengucapkan hari ulang tahun atau rasa belasungkawa. Begitu ada satu yang bilang “HBD, semoga panjang umur…” maka viralpun bergulung, dan hari itu grup WA penuh terisi ucapan ulang tahun. Dan masih banyak lagi karakter di grup WA.
Barangkali ada yang bergumam, apa saya nggak rugi menghambur-hamburkan waktu begitu banyak untuk suatu hal yang sekilas tak ada gunanya: ngobrol kesana-kemari. Bagi kebanyakan orang mungkin ya, tapi tidak bagi saya. Bagi marketer, obrolan di grup-grup WA adalah sumber insight yang tak ada tandingannya. Dari situ bisa lahir produk-produk maupun bisnis-bisnis hebat.
Singkatnya, di balik obrolan di grup-grup WA terselip bongkahan-bongkahaan emas. Kalau Anda seorang marketer sejati, Anda harus jeli mengulik bongkahan-bongkahan emas tersebut.
Sumber Tulisan : yuswohady.blogdetik.com
Sumber foto: www.mindtheproduct.com