Uang kertas Rp1,000 dan Rp 100,000 dibuat dari kertas yg sama dan diedarkan oleh Bank Indonesia (BI). Ketika dicetak, mereka bersama, tetapi berpisah di bank dan beredar di masyarakat.
Bagaimanapun, 4 bulan kemudian mereka bertemu secara tidak sengaja di dalam dompet seorang pemuda.
Maka mereka pun ngobrol:
Uang Rp 100,000 bertanya kepada Rp 1,000 ; "Kenapa badan kamu begitu lusuh, kotor dan berbau amis?" Rp 1,000 menjawab; "Karena begitu aku keluar dari bank, terus ke tangan orang bawah dari kalangan buruh, penjaja, penjual ikan dan di tangan pengemis." Lalu Rp 1,000 bertanya balik kepada Rp 100,000; "Kenapa kau begitu baru, rapi dan masih bersih?" Rp 100,000 menjawab; "Karena begitu aku keluar dari bank, terus disambut perempuan cantik, dan beredarnya pun di restoran mahal, di kompleks pasar raya mall bergengsi dan juga hotel berbintang serta keberadaanku selalu dijaga dan jarang keluar dari dompet." Lalu Rp 1,000 bertanya lagi;
"Pernahkah engkau berada di tempat ibadah?" Rp 100,000 menjawab;
"Belum pernah"
Rp 1,000 pun berkata lagi; "Ketahuilah walaupun aku hanya Rp 1,000 tetapi aku selalu berada di seluruh tempat ibadah, dan di tangan anak-anak yatim piatu dan fakir miskin bahkan aku bersyukur kepada Tuhan semesta alam. Aku tidak dipandang sebagai sebuah nilai, tetapi adalah sebuah manfaat.
Lantas menangislah Rp 100,000 karena merasa besar, hebat, tinggi tetapi tidak begitu bermanfaat selama ini.
Semoga cerita ini memberi pengajaran kepada kita semua