Ajaran Syiah merupakan ajaran yang sangat tua sekali umurnya. Ajaran ini telah muncul di masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Namun cukup mengherankan, data-data mengenai ajaran Syiah sangat sulit diperoleh oleh sebagian pihak karena sifatnya yang tertutup. Kita sangat jarang menemui buku-buku induk ajaran Syiah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia agar dapat ditelaah oleh orang awam sekali pun. Demikian juga tokoh-tokoh Syiah di negeri ini, mereka lebih senang menyebarkan paham Syiah mereka dengan bertamengkan Ahlussunnah wal Jamaah, agar mudah diterima. Bagaimana sebenarnya akidah dari kelompok ini, sampai sebegitu tertutupnya mereka. Berikut ini akidah-akidah Syiah:
1. Orang Syiah Rafidhah mengatakan Alquran yang ada di tangan kaum muslimin (baca: Ahlussunnah) berbeda dengan Alquran versi ahlul bait.
Muhammad bin Murtadha Al-Kasyi –seseorang yang dianggap berilmu dan ahli hadis dari kalangan Syiah- mengatakan,
لم يبق لنا اعتماد على شيء من القران. اذ على هذا يحتمل كل اية منه أن يكون محرفاً ومغيراً ويكون على خلاف ما أنزل الله فلم يقب لنا في القران حجة أصلا فتنتفى فائدته وفائدة الأمر باتباعه والوصية بالتمسك به
“Tidaklah tersisa bagi kami untuk berpegang pada satu ayat pun dari Alquran. Hal ini disebabkan setiap ayat telah terjadi pengubahan sehingga berlawanan dengan yang diturunkan Allah. Dan tidaklah tersisa dari Alquran satu ayat pun sebagai argumentasi. Maka tidak ada lagi faedahnya, dan faedah untuk menyuruh dan berwasiat untuk mengikuti dan berpegang dengan Alquran ….” (Tafsir Ash-Shaafi, 1:33)
Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini –seorang yang dianggap ahli hadis dari kalangan Syiah– (w. 328/329 H) mengatakan,
عن أبي بصير عن أبي عبد الله عليه السلام قال : وَ إِنَّ عِنْدَنَا لَمُصْحَفَ فَاطِمَةَ ( عليها السلام ) وَ مَا يُدْرِيهِمْ مَا مُصْحَفُ فَاطِمَةَ ( عليها السلام ) قَالَ قُلْتُ وَ مَا مُصْحَفُ فَاطِمَةَ ( عليها السلام ) قَالَ مُصْحَفٌ فِيهِ مِثْلُ قُرْآنِكُمْ هَذَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ وَ اللَّهِ مَا فِيهِ مِنْ قُرْآنِكُمْ حَرْفٌ وَاحِدٌ قَالَ قُلْتُ هَذَا وَ اللَّهِ الْعِلْمُ
Dari Abu Bashir, dari Abu Abdillah ‘alaihissalam ia berkata, “Sesungguhnya pada kami terdapat Mushhaf Fathimah ‘alaihassalam. Dan tidaklah mereka mengetahui apa itu Mushaf Fathimah.” Aku berkata, “Apakah itu Mushhaf Fathimah?” Abu Abdillah menjawab, “Mushhaf Fathimah itu, tiga kali lebih besar daripada Alquran kalian. Demi Allah, tidak ada di dalamnya satu huruf pun dari Alquran kalian.” Aku berkata, “Demi Allah, ini adalah ilmu.” (Al-Kaafi, 1:239).
عَنْ هِشَامِ بْنِ سَالِمٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ إِنَّ الْقُرْآنَ الَّذِي جَاءَ بِهِ جَبْرَئِيلُ ( عليه السلام ) إِلَى مُحَمَّدٍ ( صلى الله عليه وآله ) سَبْعَةَ عَشَرَ أَلْفَ آيَةٍ
Dari Hisyam bin Salim, dari Abu Abdillah ‘alaihissalam ia berkata, “Sesungguhnya Alquran yang diturunkan melalui perantaraan Jibril ‘alaihissalam kepada Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam terdiri dari 17.000 (tujuh belas ribu) ayat.” (Al-Kaafi, 2:634). Maksudnya teks Alquran sekarang banyak ayat-ayat yang dihapus oleh para sahabat, sehingga jumlah ayatnya hanya 6000an.
Muhammad Baqir Taqi bin Maqshud Al-Majlisi (w. 1111 H) ketika mengomentari hadis di atas,
موثق، وفي بعض النسخ عن هشام بن سالم موضع هارون ابن سالم، فالخبر صحيح ولا يخفى أن هذا الخبر وكثير من الأخبار في هذا الباب متواترة معنى، وطرح جميعها يوجب رفع الاعتماد عن الأخبار رأسا، بل ظني أن الأخبار في هذا الباب لا يقصر عن أخبار الامامة فكيف يثبتونها بالخبر ؟
”Shahih. Dalam sebagian naskah tertulis, ”Dari Hisyaam bin Salim” pada tempat rawi yang bernama Harun bin Saalim. Maka kabar/riwayat ini shahih dan tidak tersembunyi lagi bahwasannya riwayat ini dan banyak lagi yang lainnya dalam bab ini telah mencapai derajat mutawatir secara makna. Menolak keseluruhan riwayat ini (yang berbicara tentang perubahan Alquran) berkonsekuensi menolak semua riwayat (yang berasal dari ahlul bait). Aku kira, riwayat-riwayat dalam bab ini tidaklah lebih sedikit dibandingkan riwayat-riwayat tentang imamah. Nah, bagaimana masalah imamah itu bisa ditetapkan melalui riwayat? (Mir’atu Al-‘Uquul fii Syarhi Akhbari Alir-Rasul, 12:525).
Kemudian,…. inilah hal yang membuktikan validitas keyakinan Syiah bahwasanya Alquran sekarang telah berubah:
Berikut Video nya:
Di atas adalah perkataan Dr. Al-Qazwini, salah seorang ulama kontemporer Syiah yang cukup terkenal. Menurutnya firman Allah Ta’ala,
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan keluarga Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing).” (QS. Ali ‘Imran: 33).
Menurutnya, yang benar adalah
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ وَآلَ مُحَمَّدٍ عَلَى الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, keluarga Imran,dan keluarga Muhammad melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing).”
Tambahan kalimat keluarga Muhammad ini dihilangkan oleh para sahabatradhiallahu ‘anhum –(dan ini adalah kedustaan yang sangat nyata!!).[1]
Lantas mau dikemanakan firman Allah Ta’ala,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9) ?
2. Orang Syiah Rafidhah telah mengafirkan para sahabat, terutama Abu Bakr Ash-Shiddiq dan Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhuma.
Orang Syiah telah mendoakan laknat atas Abu Bakr dan Umar radhiallahu ‘anhuma – yang naasnya, doa itu dinisbatkan secara dusta kepada ‘Ali bin Abi Thalibradhiallahu ‘anhu[2] – sebagai berikut,
اللهم صل على محمد، وآل محمد، اللهم العن صنمي قريش، وجبتيهما، وطاغوتيهما، وإفكيهما، وابنتيهما، اللذين خالفا أمرك، وأنكروا وحيك، وجحدوا إنعامك، وعصيا رسولك، وقلبا دينك، وحرّفا كتابك…..
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Ya Allah, laknat bagi dua berhala Quraisy (Abu Bakr dan Umar pen.), Jibt dan Thaghut, kawan-kawan, serta putra-putri mereka berdua. Mereka berdua telah membangkang perintah-Mu, mengingkari wahyu-Mu, menolak kenikmatan-Mu, mendurhakai Rasul-Mu, menjungkir-balikkan agama-Mu, merubah kitab-Mu…..dst.”
Saksikan video berikut, bagaimana ulama Syiah, Yasir Habiib, melaknat Abu Bakr, Umar, dan para shahabat lain radhiallahu ‘anhum dalam shalatnya:
Bisa dilihat:
Dan mari kita lihat sumber ajaran Syiah dalam kitab mereka yang mengafirkan para sahabat,
عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ ( عليه السلام ) قَالَ كَانَ النَّاسُ أَهْلَ رِدَّةٍ بَعْدَ النَّبِيِّ ( صلى الله عليه وآله ) إِلَّا ثَلَاثَةً فَقُلْتُ وَ مَنِ الثَّلَاثَةُ فَقَالَ الْمِقْدَادُ بْنُ الْأَسْوَدِ وَ أَبُو ذَرٍّ الْغِفَارِيُّ وَ سَلْمَانُ الْفَارِسِيُّ رَحْمَةُ اللَّهِ وَ بَرَكَاتُهُ عَلَيْهِمْ
Dari Abu Ja’far ‘alaihis-salam, ia berkata, “Orang-orang (yaitu para shahabat pen.) menjadi murtad sepeninggal Nabi shallallaahu ‘alaihi wa alihi wa sallam kecuali tiga orang.” Aku (perawi) berkata, “Siapakah tiga orang tersebut?” Abu Ja’far menjawab, “Al-Miqdad, Abu Dzar Al-Ghiffari, dan Salman Al-Farisiy rahimahullah wa barakatuhu ‘alaihim…” (Al-Kaafi, 8:245; Al-Majlisi berkata, “hasan atau muwatstsaq”).
عَنْ أَبِي عبد الله عليه السلام قال: …….والله هلكوا إلا ثلاثة نفر: سلمان الفارسي، وأبو ذر، والمقداد ولحقهم عمار، وأبو ساسان الانصاري، وحذيفة، وأبو عمرة فصاروا سبعة
Dari Abu Abdillah ‘alaihissalam, ia berkata, “…….Demi Allah, mereka (para sahabat) telah binasa kecuali tiga orang: Salman Al-Farisiy, Abu Dzar, dan Al-Miqdad. Dan kemudian menyusul mereka ‘Ammar, Abu Sasan, Hudzaifah, dan Abu Amarah sehingga jumlah mereka menjadi tujuh orang.” (Al-Ikhtishash oleh Al-Mufiid, Hal.5, lihat: [3] ).
عَنْ أَبِي بَصِيرٍ عَنْ أَحَدِهِمَا عليهما السلامقَالَ إِنَّ أَهْلَ مَكَّةَ لَيَكْفُرُونَ بِاللَّهِ جَهْرَةً وَ إِنَّ أَهْلَ الْمَدِينَةِ أَخْبَثُ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ أَخْبَثُ مِنْهُمْ سَبْعِينَ ضِعْفاً .
Dari Abu Bashir, dari salah seorang dari dua imam ‘alaihimassalam, ia berkata, “Sesungguhnya penduduk Mekah kafir kepada Allah secara terang-terangan. Dan penduduk Madinah lebih busuk/jelek daripada penduduk Mekah 70 kali.” (Al-Kaafi, 2:410; Al-Majlisi berkata : Muwatstsaq).
Riwayat yang semacam ini banyak tersebar di buku-buku Syiah.
Dimanakah posisi firman Allah Ta’ala,
وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” (QS. At-Taubah: 100).
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Fath: 29) ?
3. Orang Syiah Rafidhah Tidak Menggunakan Riwayat Ahlussunnah
Dengan kata lain, Syiah tidak menggunakan hadis-hadis Ahlussunnah –yang merupakan referensi kedua setelah Alquran– dalam membangun agama mereka. Ini merupakan konsekuensi yang timbul dari poin kedua karena mereka mengafirkan para sahabat yang menjadi periwayat as-sunnah/al-hadis. Ini adalah satu kenyataan yang tidak akan ditolak kecuali mereka yang (maaf) bodoh terhadap agama Syiah dengan kebodohan yang teramat sangat, atau mereka yang sedang menjalankan strategi taqiyyah. Mungkinkah mereka (Syiah) akan mengambil riwayat dari orang yang telah mereka katakan murtad (sahabat nabi) dari agamanya?!
Syiah mempunyai sumber-sumber hadis tersendiri seperti Al-Kaafi, Man La Yahdhuruh Al-Faqih, Tahdzib Al-Ahkam, Al-Istibshar, dan yang lainnya.
Jika mereka mengambil referensi ahlussunnah, maka itu hanyalah mereka lakukan ketika berbicara kepada Ahlussunnah, dan mereka ambil yang kira-kira dapat mendukung akidah mereka atau menghembuskan syubhat-syubhat kepada Ahlussunnah.
Mau dikemanakan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبد حبشي فإنه من يعش منكم يرى اختلافا كثيرا وإياكم ومحدثات الأمور فإنها ضلالة فمن أدرك ذلك منكم فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ
“Aku nasihatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat walaupun (yang memerintah kalian) seorang budak Habsyi. Orang yang hidup di antara kalian (sepeninggalku nanti) akan menjumpai banyak perselisihan. Waspadailah hal-hal yang baru, karena semua itu adalah kesesatan. Barangsiapa yang menjumpainya, maka wajib bagi kalian untuk berpegang teguh kepada sunahku dan sunah Al-Khulafa Ar-Rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah ia erat-erat dengan gigi geraham.” (HR. Ahmad 4:126-127, Abu Dawud, no.4607, dan yang lainnya; shahih)?
4. Orang Syiah telah berbuat ghuluw (melampaui batas) terhadap imam-imam mereka, dan bahkan sampai pada tingkat ‘menuhankan’ mereka.
Al-Kulaini membuat bab dalam kitab Al-Kaafi:
بَابُ أَنَّ الْأَئِمَّةَ ( عليهم السلام ) إِذَا شَاءُوا أَنْ يَعْلَمُوا عُلِّمُوا
“Bab: Bahwasannya para imam (‘alaihissalam) apabila ingin mengetahui, maka mereka akan mengetahui.”
Terdapat tiga hadis/riwayat. Saya sebutkan satu di antaranya:
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ إِنَّ الْإِمَامَ إِذَا شَاءَ أَنْ يَعْلَمَ أُعْلِمَ
Dari Abu Abdillah (‘alaihissalam), ia berkata, “Sesungguhnya seorang imam jika ia ingin mengetahui, maka ia akan mengetahui.” (Al-Kaafi, 1:258).
Inilah riwayat dusta yang disandarkan kepada ahlul bait – dan ahlul bait berlepas diri dari riwayat dusta tersebut.
Bab yang lain dalam kitab Al-Kaafi:
بَابُ أَنَّ الْأَئِمَّةَ ( عليهم السلام ) يَعْلَمُونَ عِلْمَ مَا كَانَ وَ مَا يَكُونُ وَ أَنَّهُ لَا يَخْفَى عَلَيْهِمُ الشَّيْءُ صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ
“Bab: Bahwasannya para imam (‘alaihissalam) mengetahui ilmu yang telah terjadi maupun yang sedang terjadi. Tidak ada sesuatu pun yang luput dari merekashalawatullah ‘alaihim.”
Pada bab ini terdapat enam hadis/riwayat, yang salah satunya adalah sebagai berikut:
عَنْ سَيْفٍ التَّمَّارِ قَالَ كُنَّا مَعَ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام )…… فَقَالَ وَ رَبِّ الْكَعْبَةِ وَ رَبِّ الْبَنِيَّةِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ لَوْ كُنْتُ بَيْنَ مُوسَى وَ الْخَضِرِ لَأَخْبَرْتُهُمَا أَنِّي أَعْلَمُ مِنْهُمَا وَ لَأَنْبَأْتُهُمَا بِمَا لَيْسَ فِي أَيْدِيهِمَا لِأَنَّ مُوسَى وَ الْخَضِرَ ( عليه السلام ) أُعْطِيَا عِلْمَ مَا كَانَ وَ لَمْ يُعْطَيَا عِلْمَ مَا يَكُونُ وَ مَا هُوَ كَائِنٌ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ وَ قَدْ وَرِثْنَاهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ( صلى الله عليه وآله ) وِرَاثَةً
Dari Saif At-Tammar, ia berkata, “Kami pernah bersama Abu Ja’far (‘alaihissalam), …..kemudian ia berkata, ‘Demi Rab Ka’bah dan Rab Baniyyah –tiga kali-, seandainya aku berada di antara Musa dan Khidlir, akan aku kabarkan kepada mereka berdua bahwasannya aku lebih mengetahui daripada mereka berdua. Dan akan aku beritahukan kepada mereka berdua sesuatu yang tidak mereka ketahui. Karena Musa dan Khidlir (‘alaihimassalam) diberikan ilmu tentang apa yang telah terjadi, namun tidak diberikan ilmu mengenai yang sedang terjadi dan akan terjadi hingga hari kiamat. Dan sungguh kami telah mewarisi pengetahuan ini dari Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam) dengan satu warisan.” (Al-Kaafi, 1:260-261).
Perhatikan penjelasan Dr. Al-Qazwini berikut:
Bisa dilihat di:
Ia (Dr. Al-Qazwiini) pada menit 0:44–0:53 mengatakan, “Allah Ta’ala Maha Mengetahui segala isi hati. Dan imam dalam riwayat ini juga mengetahui segala isi hati. Ilmu imam berasal dari Allah….. [selesai].
Dimanakah posisi firman Allah Ta’ala,
قُلْ لا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ
“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” (QS. Al-An’aam: 50)?
Dan kalaupun Allah memberikan sebagian kabar gaib –baik yang telah lalu maupun yang kemudian– kepada para hamba-Nya dari kalangan manusia, maka itu AllahTa’ala berikan kepada para Nabi dan Rasul-Nya,
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya.” (QS. Ali ‘Imran: 179).
Tidak ada dalam ayat di atas kata ‘imam’, akan tetapi menyebut kata ‘rasul’.[3]
Orang Syiah mengatakan bahwa imam lebih tinggi kedudukannya dari para Nabi (selain Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam).
Ayatullah Al-Udhmaa Ar-Ruhani –semoga Allah mengembalikannya kepada kebenaran– pernah ditanya sebagai berikut,
هل تعتقدون أن علياً كرم الله وجهه أفضل من الأنبياء؟
“Apakah engkau meyakini bahwasannya Ali karamallaahu wajhah lebih utama daripada para Nabi?”
Ia (Ar-Ruhani) menjawab,
اسمه جلت اسمائه
هذا من الامور القطعية الواضحة
“Dengan menyebut nama-Nya yang Maha Agung,…. Ini termasuk perkara-perkara yang pasti lagi jelas (yaitu Ali lebih utama daripada para Nabi)” (sumber: http://www.alrad.net/hiwar/olama/rohani/r16.htm).[4]
Bahkan seandainya seluruh Nabi berkumpul, niscaya mereka tidak akan mampu berkhutbah menandingi khutbah Ali radhiallaahu ‘anhu. Ini dikatakan oleh salah seorang ulama Syiah yang sangat tersohor Sayyid Kamal Al-Haidari:
Bisa disaksikan di :
Dasar riwayatnya (bahwa Ali lebih utama dibandingkan para Nabi, selain Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) tertulis di video ini:
Bukankah ini merupakan penghinaan terhadap para Nabi dan para rasul? Apakah mereka sama sekali tidak menganggap firman Allah Ta’ala,
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ
“Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat.” (QS. Al-Baqarah: 253)?
Pelampauan keutamaan sebagian Rasul (termasuk Nabi) hanya dilakukan oleh sebagian (Rasul) yang lain. Allah tidak mengatakan bahwa pelampauan itu dilakukan oleh orang yang bukan Nabi atau Rasul.
5. Orang Syiah –dalam hal ini diwakili oleh Khomaini– mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah menyembunyikan sebagian risalah dan gagal membina umat.
Khomaini –semoga Allah memberikan balasan setimpal kepadanya- berkata,
وواضح أنَّ النبي لو كان بلغ بأمر الإمامة طبقاً لما أمر به الله، وبذل المساعي في هذه المجال، لما نشبت في البلدان الإسلامية كل هذه الإختلافات….
“Dan telah jelas bahwasannya Nabi jika ia menyampaikan perkara imamah sebagaimana yang Allah perintahkan (padanya) dan mencurahkan segenap kemampuannya dalam permasalahan ini, niscaya perselisihan yang terjadi di berbagai negeri Islam tidak akan berkobar…..” (Kasyful-Asrar, Hal. 155).
لقد جاء الأنبياء جميعاً من أجل إرساء قواعد العدالة في العالم؛ لكنَّهم لم ينجحوا حتَّى النبي محمد خاتم الأنبياء، الذي جاء لإصلاح البشرية وتنفيذ العدالة وتربية البشر، لم ينجح في ذلك….
“Sungguh semua Nabi telah datang untuk menancapkan keadilan di dunia, akan tetapi mereka tidak berhasil. Bahkan termasuk Nabi Muhammad, penutup para Nabi, dimana beliau datang untuk memperbaiki umat manusia, menginginkan keadilan, dan mendidik manusa – tidak berhasil dalam hal itu….” (Nahju Khomaini, Hal. 46). Dan yang lainnya.[4]
Dimanakah posisi firman Allah Ta’ala yang menyatakan bahwa Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah suri tauladan yang baik,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)?
6. Orang Syiah Mengafirkan Ahlussunnah
Jika mereka mengafirkan para shahabat radhiallahu‘anhum, maka jangan heran seandainya mereka juga mengafirkan orang-orang yang sepemahaman dengan para shahabat radhiallahu ‘anhum, yaitu Ahlussunnah. Berikut perkataan para ulama Syiah dalam hal ini:
Al-Mufiid berkata,
اتّفقت الإماميّة على أنّ من أنكر إمامة أحد من الأئمّة وجحد ما أوجبه الله تعالى له من فرض الطّاعة فهو كافر ضالّ مُستحقّ للخلود في النّار
“Madzhab Imaamiyyah telah bersepakat bahwasannya siapa saja yang mengingkari imaamah salah seorang di antara para imam, dan mengingkari apa yang telah AllahTa’ala wajibkan padanya tentang kewajiban taat, maka ia kafir lagi sesat berhak atas kekekalan di neraka.” (Awailul-Maqalat, Hal. 44 –sumber : http://www.al-shia.org/html/ara/books/lib-aqaed/avael-maqalat/a01.htm).
Orang yang mengingkari keimamahan versi mereka tentu saja adalah Ahlussunnah.
Yuusuf Al-Bahrani berkata,
إن إطلاق المسلم على الناصب وأنه لا يجوز أخذ ماله من حيث الإسلام خلاف ما عليه الطائفة المحقة سلفا وخلفا من الحكم بكفر الناصب ونجاسته وجواز أخذ ماله بل قتله
“Sesungguhnya pemutlakan muslim terhadap nashib (baca: ahlussunnah) bahwasannya tidak diperbolehkan mengambil hartanya dengan sebab Islam (telah melarangnya), maka itu telah menyelisihi apa yang dipahami oleh kelompok yang benar (baca: Syiah Rafidhah) baik dulu maupun sekarang (salaf dan khalaf) tentang hukum kafirnya nashib, kenajisannya, dan diperbolehkannya mengambil hartanya, bahkan membunuhnya.” (Al-Hadaiqun An-Nadhirah, 12:323-324 –sumber: shjaffar.jeeran.com).
Berikut rekaman suara Yasir Habib yang mengafirkan ahlussunnah yang ia sebut sebagai Nawashib atau golongan awam: Bisa disaksikan di :
7. Shalat Syiah Sangat Berbeda dengan Shalat Ahlussunnah
Baca: Fiqh Syiah (5) : Kaifiyyah Shalat Syiah.
Adzannya pun lain, karena selain syahadatain, mereka menambahkan syahadat ketiga[5].
Simak:
Masih banyak sebenarnya kesesatan Syiah selain di atas.
MUI telah menetapkan kriteria sesat tidaknya satu kelompok atau pemahaman sebagai berikut:
1. Mengingkari rukun iman dan rukun Islam.
2. Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar’i (Alquran dan sunah).
3. Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran.
4. Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Aquran.
5. Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir.
6. Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam.
7. Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul.
8. Mengingkari Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi dan rasul terakhir.
9. Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah.
10. Mengafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i.
Dari sepuluh kriteria di atas, menurut saya Syiah mempunyai delapan poin parameter aliran sesat menurut MUI.[14]
Perkataan ulama Islam mengenai Syiah, bagaimana pandangan mereka tentang kelompok Syiah Raafidhah.
1. ‘Alqamah bin Qais An-Nakha’i rahimahullah (Tokoh Tabi’in, w.62 H)
“عَنْ عَلْقَمَةَ، قَالَ: ” لَقَدْ غَلَتْ هَذِهِ الشِّيعَةُ فِي عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَمَا غَلَتِ النَّصَارَى فِي عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ
Dari Alqamah, ia berkata, “Sungguh Syiah ini telah berlebih-lebihan terhadap Aliradhiallahu ‘anhu sebagaimana berlebih-lebihannya Nashara terhadap ‘Isa bin Maryam.” (Diriwayatkan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dalam As-Sunnah no. 1115 dan Al-Harbiy dalam Ghariibul-Hadiits, 2:581, shahih).
2. Az-Zuhriy rahimahullah
عنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: ” مَا رَأَيْتُ قَوْمًا أَشْبَهَ بِالنَّصَارَى مِنَ السَّبَائِيَّةِ “، قَالَ أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ: هُمُ الرَّافِضَةُ
Dari Az-Zuhri, ia berkata, “Aku tidak pernah melihat satu kaum yang lebih menyerupai Nashara daripada kelompok Saba’iyyah.” Ahmad bin Yunus berkata, “Mereka itu adalah Rafidhah (Syiah).” (Diriwayatkan oleh Al-Ajurri dalam Asy-Syari’ah, 3:567 no.2083, shahih).
3. Imam Maalik bin Anas rahimahullah
أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ الْمَرُّوذِيُّ، قَالَ: سَأَلْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ: عَنْ مَنْ يَشْتِمُ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعَائِشَةَ؟ قَالَ: مَا أُرَآهُ عَلَى الإِسْلامِ، قَالَ: وَسَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ: قَالَ مَالِكٌ: الَّذِي يَشْتِمُ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ لَهُ سَهْمٌ، أَوْ قَالَ: نَصِيبٌ فِي الإِسْلامِ
Abu Bakr Al-Marwadzi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Aku bertanya kepada Abu ‘Abdillah tentang orang yang mencaci-maki Abu Bakar, Umar, dan Aaisyah? Maka ia menjawab, “Aku tidak berpendapat ia di atas agama Islam.” Al-Marwadzi berkata, Dan aku juga mendengar Abu Abdillah berkata, Malik (bin Anas) mengatakan, “Orang yang mencaci-maki para sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka ia tidak mempunyai bagian (dalam Islam).” –atau ia berkata, “Bagian dalam Islam.” (Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah no.783; shahih sampai Ahmad bin Hanbal).
4. Imam Syaafi’i rahimahullah
حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى، قَالَ: سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ، يَقُولُ: لَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ الأَهْوَاءِ، أَشْهَدُ بِالزُّورِ مِنَ الرَّافِضَةِ
Harmalah bin Yahya mengabarkan kepadaku, ia berkata, “Aku mendengar Asy-Syaafi’i berkata, ‘Aku tidak pernah melihat seorang pun dari pengikut hawa nafsu yang aku saksikan kedustaannya daripada Raafidhah (Syiah)’.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Haatim dalam Adab Asy-Syafi’i, Hal. 144, hasan)
عن البويطي يقول: سألت الشافعي: أصلي خلف الرافضي ؟ قال: لا تصل خلف الرافضي، ولا القدري، ولا المرجئ….
Dari Al-Buwaithiy ia berkata, “Aku bertanya kepada Asy-Syafi’iy, Apakah aku boleh shalat di belakang seorang Rafidhi (pengikut Syiah)?” Beliau menjawab, “Janganlah engkau shalat di belakang seorang Raafidhi, Qadariy, dan Murji’i.” (Siyaru A’lam An-Nubala’, 10:31).
5. Ahmad bin Hanbal rahimahullah
أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: مَنْ شَتَمَ أَخَافُ عَلَيْهِ الْكُفْرَ مِثْلَ الرَّوَافِضِ، ثُمَّ قَالَ: مَنْ شَتَمَ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا نَأْمَنُ أَنْ يَكُونَ قَدْ مَرَقَ عَنِ الدِّينِ
Abu Abdillah (Imam Ahmad) berkata, “Barangsiapa yang mencaci-maki (sahabatpen.), aku khawatir ia akan tertimpa kekafiran seperti Rafidhah”. Kemudian ia melanjutkan, “Barangsiapa yang mencaci-maki para sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka kami tidak percaya ia aman dari bahaya kemurtadan.” (Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah no.784, shahih).
عَبْدِ الصَّمَدِ، قَالَ: سَأَلْتُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلٍ، عَنْ جَارٍ لَنَا رَافِضِيٍّ يُسَلِّمُ عَلَيَّ، أَرُدُّ عَلَيْهِ؟ قَالَ: لا
Abdusshamad mengatakan, “Aku pernah bertanya kepada Ahmad bin Hanbal tentang tetanggaku Raafidli (seorang Syiah) yang mengucapkan salam kepadaku, apakah perlu aku jawab?” Ia menjawab: “Tidak.” (Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah no.787; hasan).
6. Imam Bukhari rahimahullah berkata,
مَا أُبَالِي صَلَّيْتُ خَلْفَ الْجَهْمِيِّ، وَالرَّافِضِيِّ أَمْ صَلَّيْتُ خَلْفَ الْيَهُودِ، وَالنَّصَارَى، وَلا يُسَلَّمُ عَلَيْهِمْ، وَلا يُعَادُونَ، وَلا يُنَاكَحُونَ، وَلا يَشْهَدُونَ، وَلا تُؤْكَلُ ذَبَائِحُهُمْ
“Sama saja bagiku shalat di belakang Jahmiy dan Raafidhi, atau aku shalat di belakang Yahudi dan Nashrani. Jangan memberikan salam kepada mereka, jangan dijenguk (apabila mereka sakit), jangan dinikahi, jangan disaksikan (jenazah mereka), dan jangan dimakan sembelihan mereka.” (Khalqu Af’alil-‘Ibad, 1:39-40).
7. Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata,
وَكَذَلِك نقطع بتكفير غلاة الرافضة فِي قولهم إنّ الْأَئِمَّة أفضل مِن الْأَنْبِيَاء
“Dan begitu pula kami memastikan kafirnya ghullat Rafidhah (orang-orang Syiah yang sudah sangat fanatik dengan ajarannya pen.) tentang perkataan mereka bahwasannya para imam lebih utama dari para Nabi.” (Asy-Syifa bi-Ahwalil-Mushthafa, 2:174).
8. Ibnu Hazm Al-Andalusi rahimahullah berkata,
وأما قولهم ( يعني النصارى ) في دعوى الروافض تبديل القرآن فإن الروافض ليسوا من المسلمين ، إنما هي فرقة حدث أولها بعد موت رسول الله صلى الله عليه وسلم بخمس وعشرين سنة .. وهي طائفة تجري مجرى اليهود والنصارى في الكذب والكفر
“Adapun perkataan mereka (yaitu Nashara) atas klaim Raafidhah tentang perubahan Alquran (maka ini tidak teranggap), karena Raafidhah bukan termasuk kaum muslimin. Syiah adalah kelompok yang muncul pertama kali 25 tahun setelah wafatnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam…. Rafidhah adalah kelompok berjalan mengikuti jalan orang Yahudi dan Nashara dalam dusta dan kekufuran.” (Al-Fishal fil-Milal wan-Nihal, 2:213).
Syiah Rafidhah sering menggunakan dalih mencintai ahlul bait untuk menutupi hakikat busuk akidah mereka dan untuk menipu umat. Kecintaan mereka itu palsu. Kecintaan yang tidak diridhai oleh ahlul bait sendiri. Ahlul bait berlepas diri dari mereka, dan mereka pun berlepas diri dari ahlul bait.
عَنْ عَلِيَّ بْنَ حُسَيْنٍ، وَكَانَ أَفْضَلَ هَاشِمِيٍّ أَدْرَكْتُهُ، يَقُولُ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَحِبُّونَا حُبَّ الإِسْلامِ، فَمَا بَرِحَ بِنَا حُبُّكُمْ حَتَّى صَارَ عَلَيْنَا عَارًا
Dari Ali bin Al-Husain –dan ia adalah seutama-utama keturunan Bani Hasyim yang aku (perawi) temui– berkata, “Wahai sekalian manusia (dalam riwayat lain “wahai penduduk Irak” atau “Wahai penduduk Kufah”), cintailah kami dengan kecintaan Islam. Kecintaan kalian kepada kami senantiasa ada hingga kemudian malah menjadi aib bagi kami.” (Ath-Thabaqaat, 5:110, shahih[16]).
عَنْ فُضَيْل بْنُ مَرْزُوقٍ، قَالَ: سَمِعْتُ إِبْرَاهِيمَ بْنَ الْحَسَنِ بْنِ الْحَسَنِ، أَخَا عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَسَنِ يَقُولُ: قَدْ وَاللَّهِ مَرَقَتْ عَلَيْنَا الرَّافِضَةُ كَمَا مَرَقَتِ الْحَرُورِيَّةُ عَلَى عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ
Dari Fudlail bin Marzuuq, ia berkata, “Aku mendengar Ibraahiim bin Al-Hasan bin Al-Hasan, saudara ‘Abdullah bin Al-Hasan, berkata, ‘Sungguh, demi Allah, Raafidhah (Syiah) telah keluar (tidak taat) terhadap kami (ahlul bait) sebagaimana Al-Haruriyyah telah keluar (tidak taat) terhadap Ali bin Abi Thalib.” (Diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni dalam Fadlailush-Shahabah, no.36, hasan).
Ibraahiim bin Al-Hasan bin Al-Hasan adalah anggota ahlul bait dari jalur Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Ibnu Hibban berkata, “Ia termasuk di antara pemimpin penduduk Madinah, dan ahlul bait yang mulia/agung.” (Masyahir ‘Ulama Al-Amshar, Hal.155 no. 995).
Ya, kecintaan Syiah terhadap ahlul bait telah menjadi aib bagi kemuliaan ahlul bait. Mereka telah melakukan banyak kedustaan atas nama ahlul bait untuk merusak akidah Islam dari dalam.
Wallaahul-musta’an.
Ditulis oleh Ustadz Abul Jauza’ (Dengan perubahan bahasa oleh tim KonsultasiSyariah.com)
Sumber: konsultasisyariah.com