Kiamat kubra makin dekat. Demikian kesimpulan Syaikh Dr Ali Gomaa setelah melihat tiga tanda kiamat kubra.
Dalam sebuah acara televisi baru-baru ini, mantan Mufti Mesir itu menyatakan bahwa tiga tanda dimulainya kiamat kubra sudah tampak dan terjadi.Tanda pertama yang disebut Ali Gomaa seperti dikutip media ArabAlbadee.net adalah kekeringan yang melanda daerah Nakhl Baisan di Syam yang saat ini diduduki oleh Zionis Israel.
Tanda kedua menurut Ali Gomaa adalah surutnya Danau Tiberias. Danau yang menjadi sumber utama air bersih bagi Israel itu mulai mengering pada 2012 lalu.
Pemerintah Israel sempat panik karena danau Tiberias diperkirakan hanya akan bertahan sepuluh tahun.
Pada 2022, danau itu diprediksi akan benar-benar kering dan tidak dapat diambil airnya.
Karenanya sekarang Israel mencari sumber air di wilayah Lebanon.
Tanda ketiga menurut Ali Gomaa adalah surutnya mata air Zaghar.
Mata air Zaghar terletak di sebuah desa di dekat Laut Mati di Jordania. Seperti danau Tiberias, mata air Zaghar juga sudah mulai surut.
Kendati disebut makin dekat, tidak ada satu pun ulama yang berani memastikan kapan kiamat kubra akan datang. Termasuk Ali Gomaa sendiri.
Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak dapat memastikan kapan terjadinya kiamat kubra.
Ketika Malaikat Jibril datang bertanya kepada beliau, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab “yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.”
Skenario Baru Kiamat
Ilmuwan telah punya konsensus tentang awal dari alam semesta, yaitu lewat Big Bang pada 13,8 miliar tahun lalu. Namun, tentang akhir zaman, hingga saat ini, ilmuwan masih meraba-raba.
Pemodelan teoretis terbaru yang dilakukan oleh Marcelo D Disconzi dari Departemen Matematika, Vanderbilt University, Nashville, Amerika Serikat, mengungkap, alam semesta kemungkinan akan berakhir lewat skenario Big Rip.
“Gagasan tentang Big Rip pada dasarnya adalah bahwa pada akhirnya, penyusun materi pun akan terpisahkan. Anda akan melihat atom terkoyak. Ini bisa dikatakan skenario yang dramatis,” kata Disconzi.
Ada “kekuatan-kekuatan tersembunyi” di alam semesta, di antaranya adalah gravitasi dan materi gelap.
Keberadaan materi gelap, demikian disebut karena bahkan sampai saat ini belum ditemukan keberadaannya, membuat alam semesta mengembang.
Bukti dari pengembangan alam semesta adalah hasil observasi pada supernova yang jaraknya jauh dari Bumi.
Semakin jauh supernova, warnanya semakin merah sebab cahaya telah dibiaskan seiring perjalanannya mengarungi ruang dan waktu menuju manusia.
“Anda punya kompetisi antara materi gelap yang mencoba untuk mengembangkan alam semesta dan gravitasi yang cenderung memampatkannya. Pertanyaannya, siapa yang menang?” ungkap Disconzi seperti dikutip The Guardian, Kamis (2/7/2015).
Bila gravitasi yang menang, yang terjadi adalah Big Crunch. Awalnya, alam semesta akan mengembang.
Namun, karena pengaruh gravitasi, alam semesta akan memampat hingga pada satu titik sangat mampat, memungkinkan terjadinya Big Bang kembali.
Bila materi gelap menang telak, yang terjadi adalah Big Freeze.
Dalam skenario itu, semesta akan terus-menerus mengembang hingga pada satu titik sangat renggang dan gas terlalu tipis untuk bisa menghasilkan bintang. Pada akhirnya, tak ada apa pun yang terjadi.
Dalam riset yang dipublikasikan di jurnal Physical Review D, Disconzi melakukan pemodelan dengan memasukkan faktor viskositas fluida dan kemampuannya mengembang dan memampat.
Dalam kasus ini, fluida adalah alam semesta itu sendiri.
Viskositas fluida sebenarnya telah disertakan dalam perhitungan untuk mengungkap skenario akhir zaman. Namun, dalam perhitungan saat itu, dinyatakan ada fluida yang mampu bergerak melebihi kecepatan cahaya.
“Ini kesalahan fatal sebab sudah terbukti jelas bahwa tidak ada apa pun yang dapat bergerak melebihi kecepatan cahaya,” kata Disconzi.
Dengan revisi itu, materi gelap mungkin menjadi pemenang, tetapi takkan membuat alam semesta mengalami Big Freeze.(bersamadkawah.net/kompas.com)